Palu adalah salah satu kota yang dilalui Gerhana Matahari Total. Bulan mulai tampak menutupi matahari sekitar pukul 07.23 WITA, dan mencapai puncaknya pada puku 08.37 (foto: tak)
Suasana di sekitar Jembatan di Kota Palu menjadi gelap selama sekitar dua menit saat terjadi Gerhana Matahari Total. Ribuan orang menyaksikan fenomena Gerhana Matahari Total di sekitar Jembatan Kuning Ponulele dan sepanjang pantai kota Palu pada hari Rabu pagi, 9 Maret 2016. (foto: tak)
Puncak Gerhana Matahari Sebagian terjadi di Kota Surabaya dengan lebar sekitar 86,04 persen pada pukul 07:25:52 WIB. Bulan mulai menutupi cahaya matahari sekitar pukul 06:21:20 WIB dan berakhir sampai pukul 08:39:37 WIB. (foto: env)
Gerhana Matahari Sebagian mencapai sekitar 83,73 persen di Kota Malang dan sekitarnya. Sejumlah masyarakat Malang Raya menikmati proses Gerhana Matahari Sebagian dari Zona TakeOff Paralayang – Gunung Banyak – Batu, Jawa Timur pada Rabu, 09 Maret 2016. (foto: m1q)
Dari kiri atas, searah jarum jam
Pukul 05:39 – Masyarakat Muncar yang sebagian besar adalah nelayan, tetap melaut meski fenomena gerhana matahari akan terjadi
Pukul 06:47 – Saat bulan mulai menutupi cahaya matahari
Pukul 07:26 – Saat gerhana matahari di wilayah Banyuwangi, mencapai 82,94 persen.
Pukul 08:38 – Daerah cahaya matahari yang tertutupi bulan berangsur mengecil
Warga Banyuwangi dan sekitarnya mulai menyaksikan fenomena alam tersebut pukul 06:21:59 WIB sampai pukul 08:41:11 WIB atau dalam rentang waktu 02:19:12. (foto: yst)
Sebagian kecil masyarakat Muncar yang tertarik menyaksikan fenomena gerhana matahari pada Rabu pagi 9 Maret 2016. Dengan menggunakan alat sederhana yang terbuat dari potongan stiker kaca filem yang ditumpuk, seorang nelayan menyaksikan gerhana matahari di pantai Muncar. Seorang wanita tampak sedang bersembunyi dibalik punggungnya karena takut menatap langsung, sementara yang lain tampak tak peduli dengan fenomena tersebut. (foto: yst)
Dahulu, tatkala bunyi lesung dan kentongan bersahutan, hampir tidak ada orang yang berani berkeliaran. Batharakala, raksasa jahat sedang mencaplok matahari atau bulan. Semua orang takut raksasa itu akan melahap matahari atau bulan hingga tak bersisa. Satu-satunya cara yang diyakini mampu mengusirnya adalah dengan membunyikan tetabuhan, hingga bisa membuat Batharakala terlena, berjoget dan membatalkan niat melahap matahari atau bulan.
Tahun 1983, ketika gerhana matahari total melintasi pulau Jawa, pemerintah melalui propagandanya melarang melihat secara langsung bahkan dengan kacamata gerhana sekalipun, jika tidak ingin menjadi buta permanen. Masyarakat dihimbau untuk melihat siaran langsung di TVRI, satu-satunya siaran televisi yang bisa ditangkap. Begitu menakutkannya gerhana matahari waktu itu hingga hampir tak ada orang yang berani keluar. Hingga kemarin malam, seorang tetangga yang usianya sekitar 65 tahun masih tetap meyakini bahwa melihat langsung meski sekejap bisa berakibat buta. Beliau tetap yakin bebek di rumahnya buta karena berkeliaran saat gerhana matahari total berlangsung kala itu.
Hari ini, 9 Maret 2016, tak ada lagi keyakinan tentang Batharakala yang mencaplok matahari. Dan kini juga tak ada lagi ketakutan akan kutukan menjadi buta ketika menatap langsung matahari yang sedang tertutup bulan. Ilmu pengetahuan telah berhasil menggerus semua keyakinan-keyakinan yang menakutkan itu, menjadi sebuah komoditas wisata menikmati gerhana matahari total. Puluhan ribu wisatawan baik lokal maupun mancanegara menyerbu wilayah-wilayah yang menjadi garis lintasan gerhana matahari total.
Kini peristiwa gerhana matahari telah usai. Esok, lusa atau kapanpun, kisah tentang Batharakala melahap matahari atau bulan saat gerhana terjadi, harus tetap kita ceritakan. Bukan untuk diyakini, tetapi sebagai bagian dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.